Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menyelenggarakan Sosialisasi Pengaturan Kampanye Pemilu 2019 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Dalam kesempatan itu, turut hadir Ketua Bawaslu RI, Abhan, Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, Komisioner KPI Pusat, Hardley Stefano, Ketua Dewan Pers, Yosep Stanley Adi, dan perwakilan 11 partai peserta pemilu 2019 kecuali, PAN, Partai Perindo, dan PDI Perjuangan.
Ketua Bawaslu RI, Abhan mengatakan sosialisasi itu dilakukan sebagai upaya memberikan pemahaman keputusan bersama gugus tugas yang meliputi KPU RI, Bawaslu RI, KPI Pusat, dan Dewan Pers.
Sosialisasi dilakukan mulai 17 Februari-22 September mendatang.
"Saya lihat ada jeda waktu panjang sekitar 7 bulan. Saya kira yang berpotensi adanya pelanggaran di luar jadwal adalah waktu jeda ini. Ketika nanti ada yang dikategorikan sebagai kampanye tentu akan menjadi pelanggaran di luar jadwal," tutur Abhan, Senin (26/2/2018).
Melalui forum itu, dia berharap, dapat memberikan pemahaman bagi semua pihak.
Sehingga, selama kurun waktu tujuh bulan itu, kata dia, ada kegiatan dilakukan dan tidak ada ruang kosong.
"Kami mengupayakan pencegahan semaksimal mungkin," kata dia.
Sementara itu, Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan gugus tugas bekerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
"Tak boleh semua kegiatan diberi label sosialisasi, sehingga tak terkendali. Untuk mengantarkan parpol sampai 23 September. 23 September dimulai masa kampanye pemilu legislatif 2019," tambahnya.
Sebelumnya, KPU menetapkan 23 September 2018 sebagai hari pertama kampanye di Pemilu 2019.
Sampai saat itu, penyelenggara pemilu memberikan kelonggaran kepada partai politik melakukan sosialisasi.
Untuk membahas itu, KPU sudah menggelar rapat dengan Bawaslu RI, Dewan Pers, dan Komisi Penyiaran Indonesia mempersiapkan tahapan Pemilu dan batasan-batasan apa yang diperbolehkan dan dilarang.
Sosialisasi diberikan sebagai bentuk keleluasaan bagi parpol memberikan penyampaian informasi kepada masyarakat.
Menurut dia, parpol banyak protes karena masa jeda kampanye selama 7 bulan yang dimulai dari pengambilan nomor urut.
Selama kurun waktu 7 bulan sampai tanggal 23 September 2018, kata dia, KPU bersama dengan sejumlah pihak terkait penyelenggaraan Pemilu mengantisipasi mengisi kekosongan tersebut.
Untuk mengisi kekosongan itu, KPU menetapkan sejumlah hal.
Aturan pertama, iklan kampanye di lembaga penyiaran dilarang. Hal ini karena iklan itu sudah diberi alokasi waktu selama 21 hari di tahapan kampanye.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum mengatur dua macam iklan kampanye, yaitu difasilitasi KPU dan iklan kampanye dibeli diiklankan calon.
Meskipun iklan diiklan oleh peserta, desain dan materi dikoreksi KPU. Ini dilakukan untuk menaati isi iklan tak bertentangan dengan aturan.
Aturan kedua, pemberitaan kampanye diperbolehkan. KPU berkepentingan masyarakat mendapatkan informasi terkait peserta pemilu.
Apabila tak ada pemberitaan, KPU khawatir masyarakat tidak mendapatkan informasi yang cukup dari peserta pemilu.
Tetapi, pemberitaan tersebut harus berimbang. Jika tidak, Dewan Pers sebagai leading sektor dapat melakukan penindakan.
Selain mengatur penyiaran dan pemberitaan, aturan ketiga mengenai sosialisasi. Parpol boleh melakukan sosialisasi nomor urut partai ke internal masing-masing.
Sosialisasi internal maksudnya menggelar pertemuan terbatas berbeda dengan pertemuan umum.
Apabila ada pertemuan di rapat-rapat tertutup, harus dilaporkan ke KPU dan Bawaslu setempat.
Untuk pemasangan bendera parpol dan nomor urut, KPU memberikan kesempatan memasang di kantor partai, di forum pertemuan terbataa, di tempat yang oleh kabupaten/kota diizinkan sesuai ketentuan yang berlaku.
Selain itu, pemasangan reklame atau spanduk itu diperbolehkan.
Pemerintah daerah mempunyai kewenangan mengatur masing-masing sesuai ketentuan peraturan di daerah.
Namun berbentuk sosialisasi bukan kampanye.
Sebab kampanye disesuaikan berdasarkan jadwal.